Brokohan Pedet, yang masyhur sebagai budaya Jawa yang kental.

 Bentuk syukur tiap orang berbeda, terkadang pula adalah yang mengikat untuk dilaksanakan. 

Halo! P : masih hidup

Untuk kali ini, aku mau bahas adat daaerahku nih yaitu brokohan pedet (selametan anak sapi). Yang mungkin beberapa daerah juga hampir sama tradisi selametan karena salah satu bentuk syukur dari nikmat si Rojo Koyo atau raja kaya karena sebagai salah satu rizki dari Allah. Tradisi ini tidak diketahui pasti kapan berawal, tetapi tradisi ini adalah warisan dari leluhur yang dilestarikan. 

Di Jawa memang sangat masyhur budaya ini, dan tidak dimungkiri bahwasanya hubungan sesama makhluk Allah sangat diperhatikan. Tradisi dengan lembu ini bukan hanya tentang adanya kelahiran pedet, merawat hewan, mempergunakannya untuk membantu manusia, ataupun untuk investasi kedepannya. Tapi ini kembali lagi tentang hubungan antar sesama makhluk hidup. 

Di pedesaan ku, tepatnya desa Bonjor Sarang Rembang Jawa Tengah. Budaya ini masih sangat kental dan area sekitar perumahan ku melestarikan dengan cara acara yang cukup besar. Daerah ku memang dikatakan jauh dari kota, dan masih akrab dengan budaya leluhur. Tak jarang juga hari-hari tertentu akan ada ritual keagamaan. 

Ketika lahir pedet atau anak sapi pemilik akan mengurus kelahiran, dari keluar ketuban sampai dengan anak sapi ini dapat berdiri berjalan. Tiap kali aku melihat kelahiran pedet ini, mengingatkanku akan kelahiran setiap manusia yang dimana kehidupan dunia berawal dari sosok Ibu. Begitu gusar, resah, cemas bercampur aduk menjadi satu. Dan kebahagiaan yang akan muncul setelahnya. Begitulah kehidupan, hanya perbedaan ketika kita lahir akan terdengar suara tangisan dan yang mendengarnya adalah sebuah kebahagiaan. Tetapi ketika kita meninggalkan dunia, akan ada isak tangis disekitar kita. 

Beberapa hari kemudian, barulah diselenggarakan selametan atau brokohan pedet. Pagi hari kegaduhan dapur mulai terdengar, bahkan sejak malam harinya sudah dipersiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari menanak nasi, membuat jajanan khas iwel-iwel, emplek-emplek, bigisan dan sayur atau jangan tewel. Semua disajikan untuk porsi 100 orang. Cukup banyak memang, tapi itulah kerukunan antar sesama. Setelah semua matang, maka akan dibagikan ke sekitar. 

Tradisi ini sangatlah positif jika memang diniatkan saling memberi sebagai wujud syukur. Tapi saat ini niat tersebut sudah agak melenceng dari semestinya. Masyarakat memberi adalah sebagai potangan, atau istilahnya adalah untuk bisa saling berganti. Ada niat akan dikembalikan makanan tersebut ketika yang diberi juga brokohan pedet. Yang lebih parahnya lagi, dulu cukup sekedar beberapa iwel-iwel dan emplek-emplek yang dibungkus daun jati lalu dibagikan. Berbalik sekarang, sekarang hampir lengkap isi brokohan tersebut seperti berkatan. Berisi nasi, sayur atau jangan tewel, jajanan toko, jajanan pasar, iwel-iwel, emplek-emplek, bigisan dan beraneka ragam sesuai dengan tingkat sosial orang tersebut. Semakin dipandang elit, maka akan semakin banyak pula isian dari brokohan tersebut. 

Apabila kita hitung perumah mendapatkan sebegitu banyaknya, dapat dibayangkan seberapa banyak uang yang akan dikeluarkan. Satu rumah dengan porsi dua orang, dan isian tersebut akan lebih banyak ketika yang dikirim adalah kerabat dekat, seperti besan. Masyarakat desa yang memang terkenal loyal dan ramah. Bukan tradisi yang salah, tapi terkadang dalam mempraktekkan dan meniatkannya yang keliru. 

Aku pun cukup senang apabila ada kiriman, apalagi pekan ini sapi kepunyaan orang tuaku dua-duanya melahirkan pedet. Orang tuaku bercerita, bahkan ada beberapa orang sampai rela berhutang untuk melaksanakan brokohan pedet yang terkesan mewah-mewahan bagi orang desa. 

Semoga saja dalam melaksanakan tradisi adat yang berlaku bisa diniatkan dengan lebih bijak dan menjalankannya secara wajar. Meskipun memang tingkat sosial seseorang pasti akan selalu meningkat. Tapi bukan berarti berada pada tempat yang sama. 


Terimakasih untuk semua, terutama atas kesempatan coretan ini dapat terbaca. 

Semoga kedepannya dapat lebih baik dan bermanfaat bagi banyak orang. 

Hari ter---- mendarat, bukan melaut atau mengudara. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Inspiratif Ibu Rokayyah : Jeco Jelly the Coco

Hukumnya Najis Petis Atau Terasi di Makan?

TAWA DAN LUKA